Ads (728x90)


postviews postviews postviews

Dilihat kali

Dijuluki Bunda Tanah Melayu, Pemkab Lingga Jadikan Daik Sebagai Kota Wisata Budaya dan Religi.
Bupati Lingga, Muhammad Nizar (Fhoto : ist)



LINGGA, Realitasnews.com
- Rencana penataan Kota Daik, Bunda Tanah Melayu, semakin serius dibicarakan Pemerintah Kabupaten Lingga. Hal tersebut dilihat dari sejumlah diskusi yang dilakukan oleh Bupati Lingga, Muhammad Nizar dengan beberapa dinas terkait membicarakan tentang penataan kota sekaligus rencana menjadikan Daik sebagai Kota Wisata Budaya dan Religi, Jumat (08/04/2022).

Pemerintahan Nizar-Neko ini, memang tengah upaya dalam peningkatan kapasitas pembangunan, baik dari segi ekonomi kemasyarakatan, pembangunan infrastruktur, bahkan kepariwisataan yang gencar dilakukan.

Pergerakan masif yang dilakukan Bupati Lingga, bersama dengan dinas-dinas terkait berupaya menjemput pembangunan, mulai menemui sejumlah Kementerian di Jakarta hingga pada program Hibah Millennium Challenge Compact (MCC) yang merupakan program dari Pemerintah Amerika Serikat dari Bapennas RI.

Di tingkat daerah, Nizar juga tidak lepas tangan, dengan menggelar sejumlah diskusi-diskusi singkat, Fokus Grup Discussion (FGD) dengan dinas terkait bahkan tokoh-tokoh dari masyarakat, seperti rencana penataan Lapangan Hangtuah yang bakal disegerakan tahun ini.

Pemerintah daerah juga sedang menyusun rencana pembangunan trotoar jalan di Kota Daik, mulai dari simpang dealer hingga menuju ke lapangan Hangtuah, yang diharapkan DEDnya selesai pada APBD-P tahun ini. Begitu juga dengan konsep Daik Bandar Madani serta anjungan Kabupaten/Kota se-Kepri di Kota Daik.  

Peningkatan pembangunan tersebut tentunya tidak lepas dari keinginan menjadi Daik sebagai pusat pariwisata religi dan budaya dengan beberapa desa disekitarnya, yakni Desa Mepar dan Desa Panggak Darat.

Dasar pemikiran itu diambil karena Daik merupakan pusat tamadun melayu, sejak era kesultanan Mahmud Riayat Syah III, dan telah diakui sebagai Bunda Tanah Melayu oleh negara-negara Melayu Serumpun sejak tahun 1991 lalu.

"Wisata sejarah dan wisata religi, Kabupaten Lingga cukup lengkap. Dan kita memang harus fokus ke situ. Seiring dengan program-program Dinas Pariwisata yang telah tersusun. Itu bisa berjalan beringinan. Namun rencana ini memang harus kita keroyok. Agar kita benar-benar siap menjadi daerah pariwisata," jelas Nizar pada diskusi singkat yang digelar bersama Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan, Kecamatan Lingga dan Lembaga Adat Melayu (LAM), serta PKK Kabupaten Lingga.

Dia mengajak dinas-dinas bersangkutan, untuk berinovasi dengan kerjasama yang baik, dan tepat pada waktunya, Daik, Mepar dan Pangggak Darat menjadi tempat Wisata Budaya dan Religi. Rencana tersebut tentu menuntut dukungan dan peran serta masyarakat.

Dari sini, dia menekankan kepada Dinas Pariwisata, Kecamatan Lingga, Bahkan peran PKK Kabupaten Lingga untuk dapat memberikan sosialisasi atau bahkan pelatihan-pelatihan sadar wisata kepada masyarakat, baik itu di Daik sendiri, bahkan di desa-desa bersangkutan.

"Karena kita fokus di kecamatan Lingga ini. Tentu perlu keterlibatan masyarakat. Ini yang harus kita persiapkan, baik itu dalam memberikan sosialisasi atau pelatihan-pelatihan. Memang masyarakat yang bersangkutan harus siap, misal dalam menyediakan homestay. Maka itu perlu dilakukan gerakan bersama dalam waktu waktu tertentu," jelas dia.

Penataan ini dimaksud sebagai langkah dini, dalam persiapan menjadikan wilayah Kecamatan Lingga sebagai pusat Kota Budaya yang identik dengan wisata Budaya dan Religi. Namun tidak itu saja,  Gunung Daik dan Sepincan bakal menjadi pelengkap, menyuguhkan wisata alam yang menakjubkan.

"Saya yakin dan percaya apabila, Malaysia ataupun Singapura sudah dibuka ke Lagoi, sebagaimana janji pemerintah kota Batam, dan Dinas Pariwisata Provinsi. Mungkin akan terjawab setiap bulan itu 500 wisatawan," papar Nizar.

Sebagaimana diketahui Kota Daik, memang sudah dikenal sebagai pusat pemerintahan sejak tahun 1787, masa berpindahnya pusat kerajaan dari Hulu Riau oleh Sultan Mahmud Riayat Syah III. Tentunya sepeninggal para Sultan Melayu ini banyak meninggal bukti, betapa hebatnya tamadun masa dulu di Daik. Budaya melayu yang kental, kearifan lokal,  kesenian, keagamaan, pendidikan dan lainnya. Dengan bukti sejarah yang kaya ini, sehingga diakui dan mendapatkan gelar Bunda Tanah Melayu.


Wacana menjadikan Kota Daik sebagai pusat wisata sejarah dan religi, semakin digeliatkan pemerintah Kabupaten Lingga dengan melakukan Gerakan Bersama Sadar Wisata dan Aksi Sapta Pesona. Adapun dari gerakan ini merupakan langkah awal sebagai persiapan rencana tersebut.

Bupati Lingga, Muhammad Nizar mengatakan kegiatan gotong royong perdana ini sebagai pemantapan diri. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Lingga sudah siap menjadi Daik Lingga sebagai daerah wisata sejarah dan religi.

 "Ini gerakan awal yang memang sudah disiap itu diakhir tahun 2021. Terima kasih kepada Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan sebagai penggagas dari kegiatan ini. Dan ini bukan gotong royong biasa tapi memang kita harus mempersiapkan diri sejak sekarang," kata Nizar membuka pembicaranya.

Menurut Nizar sebagai giat persiapan tentunya bukan mempersiapkan diri  untuk mengadakan suatu event tertentu, seperti tamadun dan sebagainya. Namun ada tidaknya event memang kesadaran wisata, kebersihan destinasi sejarahnya memang harus dipersiapkan kapanpun itu. Jika hal tersebut telah siap dalam segala aspeknya, sangat memungkinkan dalam sekejap menjadikan Daik sebagai pusat wisata.

"Kesadaran wisata kita semua harus terbentuk dulu. Kenapa Daik sebagai pusatnya, tentu dengan sejarah yang sangat panjang. Dan itu kita semua masyarakat Daik harus paham, harus bisa jadi gaetnya nanti. Tempat wisata juga harus siap dari sekarang," kata dia.

Dia berharap setelah kegiatan pembuka ini, gotong royong bisa dilanjutkan oleh Kecamatan dan Kelurahan setiap minggunya, menata destinasi-destinasi wisata sejarah dan lainnya, atau sekedar membersihkan jalan-jalan utama, rumah dan lainnya.  

Adapun lokasi gotong royong hari ini, yakni Lapangan Hangtuah, Kompleks masuk istana Damnah, Replika istana Damnah, Lubuk Papan, Istana Kota Batu, Sepanjang jalan Sawah Indah, Kampung Pahang dan Kampung Tande, Masjid Jami' Sultan Lingga.

 Pemerintah daerah juga telah merancang beberapa kegiatan yang bersentuhan dengan kesadaran wisata masyarakat, mulai dari sosialisasi hingga dengan pelatihan-pelatihan UMKM.

Keseriusan pemerintah daerah terkait hal ini telah digaugkan Bupati, Muhammad Nizar jauh sebelumnya. Dengan dasar Daik sebagai pusat tamadun, atau negeri pemerintahan para sultan melayu dengan masa pemerintahan cukup lama yakni 1787 - 1900 dan setelah itu baru berpindah pusat ke Pulau Penyengat yang hanya bertahan lebih kurang 13 tahun sebelum dibubar oleh Belanda.   (JH)

Posting Komentar

Disqus