Dilihat kali
LINGGA, Realitasnews.com - Pemkab Lingga melalui Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga bekerjasama dengan Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepri Kabupaten Lingga menggelar kegiatan Mandi Safar pada Rabu (23/10/2019) pagi.
Kegiatan Mandi Safar itu digelar untuk melestarikan tradisi dan budaya Melayu di Kabupaten Lingga dan rangkaian acara dimulai dari Masjid Sultan Lingga sebagai titik permulaan rombongan iring-iringan pawai budaya keliling oleh peserta Mandi Safar yang terdiri dari murid-murid TK di Lingga. Kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju lokasi pusat pelaksanaan acara di halaman Balai LAM Lingga.
Kegiatan ini rutin digelar setiap tahunnya dan dilaksanakan pada hari Rabu terakhir pada bulan Safar.
Turut hadiri dalam kegiatan itu Sekda Lingga Juramadi Esram, Ketua LAM Kabupaten Lingga, Ketua LAM Provinsi Kepri, Ketua LAM Kota Tanjungpinang, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lingga, Wakil Ketua DPRD Tanjungpinang, Kapolsek Lingga mewakili Kapolres Lingga, Sekretaris Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri, perwakilan dari OPD dan FKPD serta para tamu undangan lainnya.
Kegiatan Mandi Safar ini mengusung thema “ Dari Lingga untuk Kepulauan Riau dan Indonesia,” kegiatan yang terlaksana dalam upaya untuk melestarikan salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang telah diakui dan tercatat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ini, diharapkan akan dipertahankan dan diwariskan hingga ke anak cucu.
Bupati Lingga dalam sambutannya yang disampaikan oleh Sekda Lingga Juramadi Esram mengatakan kegiatan ini pada intinya mengandung kearifan, dengan harapan untuk menolak bala dan bencana, serta untuk berintrospeksi diri, agar kita semua bisa menjaga dan mencintai alam.
“Bahkan dahulu, Sultan Abdul Rahman pun setiap tahunnya kembali ke Lingga untuk melaksanakan Mandi Safar. Jadi saya mengusulkan bagi kita semua, bagi yang ingin Mandi Safar hendaklah datang ke Bunda Tanah Melayu, sekaligus untuk berkumpul dan bersilaturahim,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa, Pemkab Lingga sangat mendukung kegiatan-kegiatan dalam rangka pelestarian tradisi dan budaya seperti Mandi Safar ini.
“Pemkab Lingga berazam bahwa tradisi ini tidak hanya untuk dilestarikan, tapi akan menjadi salah satu wisata budaya untuk kedepannya,” kata Sekda Lingga.
Ia pun menghimbau agar dalam pelaksanaan tradisi ini, terutama bagi masyarakat yang ingin melaksanakan Mandi Safar bersama keluarga, untuk tetap menjaga kebersihan, norma-norma dan nilai-nilai yang ada, sehingga tidak menyalahi makna yang terkandung dalam nilai Mandi Safar itu sendiri.
Pada akhir sambutannya, beliau mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras mewujudkan acara mandi Safar tersebut, terutama kepada Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga yang telah memperjuangkan Mandi Safar dan berbagai warisan budaya lainnya, sehingga berhasil menjadi WBTb dari Lingga untuk Kepri dan Indonesia.
“Atas nama Bupati Lingga dan Wakil Bupati Lingga, kami mengucapkan selamat Mandi Safar. Kedepannya kami berharap kegiatan ini bisa menjadi lebih meriah dan lebih baik dari hari ini,” pungkasnya.
Kemudian, acara dilanjutkan dengan prosesi Mandi Safar yang digelar secara simbolis di halaman Balai Adat LAM Lingga.
Sebanyak 11 orang anak yang telah ditunjuk secara silih berganti dimandikan oleh para petinggi adat, pejabat dan tetamu yang hadir, serta tak ketinggalan pula oleh tamu dari Singapura yang jua hadir pada acara tersebut. Tampak antusiasme para tetamu yang hadir saat prosesi tersebut dilangsungkan.
Dengan doa kepada Allah, niat dan harapan untuk menjauhkan diri dari segala bentuk bala bencana di masa yang akan datang, satu persatu peserta dimandikan dengan air yang telah didoakan di dalam tempayan yang berhiaskan dengan anyaman Kelapa Setandan, yang terdiri dari berbagai bentuk. Mulai dari bentuk burung yang melambangkan kasih sayang dan santun antar sesama untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, bentuk ikan yang melambangkan penyesuaian dan adaptasi dalam kehidupan, kerbau yang melambangkan kekuatan, kepiting yang menyimbolkan kecermatan dan keuletan, keris yang melambangkan keperkasaan dan ketegaran, serta jari lipan yang merangkum semuanya dalam satu ikatan dalam tempayan yang melambangkan persatuan dan perhimpunan. (MC/JH)
“Bahkan dahulu, Sultan Abdul Rahman pun setiap tahunnya kembali ke Lingga untuk melaksanakan Mandi Safar. Jadi saya mengusulkan bagi kita semua, bagi yang ingin Mandi Safar hendaklah datang ke Bunda Tanah Melayu, sekaligus untuk berkumpul dan bersilaturahim,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa, Pemkab Lingga sangat mendukung kegiatan-kegiatan dalam rangka pelestarian tradisi dan budaya seperti Mandi Safar ini.
“Pemkab Lingga berazam bahwa tradisi ini tidak hanya untuk dilestarikan, tapi akan menjadi salah satu wisata budaya untuk kedepannya,” kata Sekda Lingga.
Ia pun menghimbau agar dalam pelaksanaan tradisi ini, terutama bagi masyarakat yang ingin melaksanakan Mandi Safar bersama keluarga, untuk tetap menjaga kebersihan, norma-norma dan nilai-nilai yang ada, sehingga tidak menyalahi makna yang terkandung dalam nilai Mandi Safar itu sendiri.
Pada akhir sambutannya, beliau mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras mewujudkan acara mandi Safar tersebut, terutama kepada Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga yang telah memperjuangkan Mandi Safar dan berbagai warisan budaya lainnya, sehingga berhasil menjadi WBTb dari Lingga untuk Kepri dan Indonesia.
“Atas nama Bupati Lingga dan Wakil Bupati Lingga, kami mengucapkan selamat Mandi Safar. Kedepannya kami berharap kegiatan ini bisa menjadi lebih meriah dan lebih baik dari hari ini,” pungkasnya.
Kemudian, acara dilanjutkan dengan prosesi Mandi Safar yang digelar secara simbolis di halaman Balai Adat LAM Lingga.
Sebanyak 11 orang anak yang telah ditunjuk secara silih berganti dimandikan oleh para petinggi adat, pejabat dan tetamu yang hadir, serta tak ketinggalan pula oleh tamu dari Singapura yang jua hadir pada acara tersebut. Tampak antusiasme para tetamu yang hadir saat prosesi tersebut dilangsungkan.
Dengan doa kepada Allah, niat dan harapan untuk menjauhkan diri dari segala bentuk bala bencana di masa yang akan datang, satu persatu peserta dimandikan dengan air yang telah didoakan di dalam tempayan yang berhiaskan dengan anyaman Kelapa Setandan, yang terdiri dari berbagai bentuk. Mulai dari bentuk burung yang melambangkan kasih sayang dan santun antar sesama untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan, bentuk ikan yang melambangkan penyesuaian dan adaptasi dalam kehidupan, kerbau yang melambangkan kekuatan, kepiting yang menyimbolkan kecermatan dan keuletan, keris yang melambangkan keperkasaan dan ketegaran, serta jari lipan yang merangkum semuanya dalam satu ikatan dalam tempayan yang melambangkan persatuan dan perhimpunan. (MC/JH)
Posting Komentar
Facebook Disqus