Dilihat kali
BOGOR, Realitasnews.com – Untuk belajar pengolahan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Komisi III DPRD Kepri bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepulauan Riau melakukan studi banding ke PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLi) DOWA Nambo, Cileungsi, Bogor, Jumat (26/4/2019).
Anggota Komisi III DPRD Kepri yang melakukan studi banding itu diantaranya : Widiastadi Nugroho, Raja Bakhtiar, Suryani, Asep Nurdin, Irwansyah, Joko Nugroho, Raja Astagena, Saproni, Alex Guspeneldi, Sahmadin Sinaga dan Kasi Limbah B3 DLHK Kepri Edison
Ketua Komisi III, Widiastadi Nugroho mengatakan studi banding ini dilakukan Komisi III DPRD Kepri lantaran perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) masih sangat minim di Kepulauan Riau, terutama di kabupaten/kota yang memiliki industri yang cukup besar seperti di Batam, Tanjung Balai Karimun dan Bintan. Ini sangat memprihatinkan terutama jika limbah B3 tersebut sampai mencemari lingkungan karena kurangnya fasilitas pengolahannya.
PT PPLi merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan limbah B3. Selain mengolah limbah, perusahaan tersebut juga sebagai transporter khusus limbah B3 yang telah memiliki sertifikasi keamanan baik nasional maupun internasional.
Ketua Komisi III, Widiastadi Nugroho juga mengatakan transfer teknologi pengolahan limbah sesuai dengan standar keamanan seperti di PT PPLi ini harus dilakukan di Kepulauan Riau.
“Seperti di Batam memang sudah ada perusahaan pengolahan limbah tetapi mereka belum sanggup mengolah limbah seperti disini,” kata Widiastadi.
Kenapa harus dilakukan transfer teknologi? Ia menjelaskan bahwa di Kepulauan Riau seperti di Batam contohnya banyak perusahaan yang menghasilkan limbah B3 dan belum mampu atau belum ada yang bisa mengolah limbahnya. Mereka, perusahaan-perusahaan tersebut harus mengirim limbahnya ke PT PPLi.
“Ongkos pengangkutan limbah ini tidak murah, dan diperlukan transporter khusus yang memiliki standar keamanan yang bisa menjamin bahwa limbah tersebut tidak bocor pada saat diangkut,” ungkapnya.
Widiastadi berharap jika menejemen PT PPLi mau mengembangkan perusahaanya di Kepulauan Riau.
Senada dengan Widiastadi, anggota Komisi III Alex Guspeneldi juga menaruh harapan yang besar kepada PT PPLi agar mau membuka perusahaan pengolahan limbah di Batam.
“Terus terang kami sangat khawatir dengan limbah yang dihasilkan oleh industri-industri yang berada di Kepualauan Riau, karena memang belum ada yang mampu mengolah limbah mereka,” ujar Alex.
Selain limbah dari industri, permasalahan lainnya adalah limbah oil sludge yang tiap tahun mencemari pantai-pantai di Kepulauan Riau. Dengan adanya perusahaan pengolah limbah seperti PPLi ini di Kepulauan Riau, pencemaran limbah oil sludge ini bisa bisa diatasi dengan cepat sehingga tidak meluas.
Anggota Komisi III Sahmadin Sinaga khawatir dengan dampak yang akan timbul khususnya bagi lingkungan yang berada disekitar perusahaan pengolahan limbah.
“Kalau bicara limbah B3 terkesan sangat menyeramkan karena beracun dan berbahaya, nah dampak di sekitar perusahaan itu seperti apa?” tanya Sahmadin.
Menanggapi hal tersebut Direktur Sales dan Marketing PT PPLi, Machmud Badres menjelaskan pelaku atau perusahaan yang terkait langsung dengan limbah ada enam jenis.
“Ongkos pengangkutan limbah ini tidak murah, dan diperlukan transporter khusus yang memiliki standar keamanan yang bisa menjamin bahwa limbah tersebut tidak bocor pada saat diangkut,” ungkapnya.
Widiastadi berharap jika menejemen PT PPLi mau mengembangkan perusahaanya di Kepulauan Riau.
Senada dengan Widiastadi, anggota Komisi III Alex Guspeneldi juga menaruh harapan yang besar kepada PT PPLi agar mau membuka perusahaan pengolahan limbah di Batam.
“Terus terang kami sangat khawatir dengan limbah yang dihasilkan oleh industri-industri yang berada di Kepualauan Riau, karena memang belum ada yang mampu mengolah limbah mereka,” ujar Alex.
Selain limbah dari industri, permasalahan lainnya adalah limbah oil sludge yang tiap tahun mencemari pantai-pantai di Kepulauan Riau. Dengan adanya perusahaan pengolah limbah seperti PPLi ini di Kepulauan Riau, pencemaran limbah oil sludge ini bisa bisa diatasi dengan cepat sehingga tidak meluas.
Anggota Komisi III Sahmadin Sinaga khawatir dengan dampak yang akan timbul khususnya bagi lingkungan yang berada disekitar perusahaan pengolahan limbah.
“Kalau bicara limbah B3 terkesan sangat menyeramkan karena beracun dan berbahaya, nah dampak di sekitar perusahaan itu seperti apa?” tanya Sahmadin.
Menanggapi hal tersebut Direktur Sales dan Marketing PT PPLi, Machmud Badres menjelaskan pelaku atau perusahaan yang terkait langsung dengan limbah ada enam jenis.
Ia menyebutkan industri yang menghasilkan limbah, pengangkut atau transporter limbah yang memiliki izin dengan prosedur keamanan, pengumpul limbah sebelum diolah atau dikelola, pengolah limbah, pemanfaat atau yang menggunakan hasil dari pengolahan limbah dan yang trakhir adalah penimbun residu atau sisa dari pengolahan limbah.
“Dari ke-enam tersebut PPLi memiliki semuanya, pengangkut hingga penimbun akhir,” jelas Machmud.
Berdasarkan prosesurnya, limbah B3 tidak boleh disimpan terlalu lama. “Paling lama penyimpanannya adalah 90 hari itupun harus dilihat media penyimpanannya apakah itu drum plastik, drum besi, terpal dan lain-lain,” ungkapnya.
Perlu digaris bawahi bahwa tidak semua limbah B3 itu harus dibuang atau tidak bermanfaat, ada beberapa jenis limbah B3 yang setelah diolah bisa dimanfaatkan seperti untuk sumber bahan bakar.
“Kami juga bekerjasama dengan beberapa perusahaan yang memanfaatkan hasil dari pengolahan limbah di tempat kami,” terangnya.
Untuk membangun perusahaan pengolahan limbah sendiri tidak bisa dilakukan sembarangan, ada beberapa tahapan, ia mencontohkan seperti pengecekan struktur dan kandungan tanah.
“Selain itu belum banyak investor yang mau menanamkan modalnya di sektor pengolahan limbah ini,” tambahnya.
(Ril/Lian)
Posting Komentar
Facebook Disqus