Dilihat kali
JAKARTA, Realitasnews.com - Pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan dampak buruk secara sosiologis dengan kehadiran Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing ( TKA).
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar memaparkan, meskipun Indonesia belum dibanjiri TKA, pemerintah harus menghindari kecemburuan sosial antara tenaga kerja kasar asing dan tenaga kerja kasar dalam negeri.
"Undang-undangnya hanya mengizinkan yang profesional, expert atau ahli. Jadi kalau tenaga kerja kasar enggak boleh. Mungkin secara sosiologis orang bilang, 'ini juga pekerjaan kami kasar, kok enggak dapat sih, orang lain (pihak asing) dapat', kan begitu," ujar Timboel dilansir Kompas.com, Sabtu 28 April 2018.
Timboel menilai, anggapan itu masuk akal dan akan muncul di benak masyarakat. Sebab, jika pemerintah tak bisa mengontrol arus tenaga kerja asing baik legal dan ilegal, maka pekerja Indonesia hanya sekadar menjadi penonton dan memperluas jurang kesenjangan.
Sementara itu, Timboel juga melihat keberadaan Perpres TKA ini cenderung melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pelanggaran itu diperparah dengan tidak maksimalnya penegakkan hukum terhadap tenaga kerja asing ilegal.
"Nah, penegakan hukum ini yang lemah. Jadi Perpres 20/2018 itu memang tujuannya mendorong proses investasi lebih cepat, tetapi, melanggar ketentuan," kata dia.
Selain itu, menurut Timboel, tidak adanya kajian akademik sebagai salah satu persyaratan proses pembuatan peraturan presiden membuat aturan ini melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan Perundangan. Terkait dengan sisi materiel, Timboel melihat ada pasal-pasal di Perpres TKA ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Jadi, menurut saya kehadiran Perpres Nomor 20 Tahun 2018 ini cacat formil dan cacat materiel," kata dia. (Baca juga: Perpres TKA Dianggap Terburu-buru dan Melanggar Undang-Undang)
(Kompas.com)
Posting Komentar
Facebook Disqus