Dilihat kali
Ketua Komisi I DPRD Batam, Budi Mardianto (Fhoto : Realitasnews.com) |
BATAM, Realitasnews.com – Komisi I DPRD Batam dalam waktu dekat ini akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak Bea dan Cukai kota Batam dan Balai Karantina Pertanian (BKP) kelas I Batam serta Dinas Peternakan kota Batam untuk mencari tahu kejelasan atas dugaan hilangnya barang bukti burung yang diamankan petugas Bea dan Cukai kota Batam pada Jumat (28/7/2017) lalu.
Penangkapan burung itu, kata Budi, dilakukan Bea dan Cukai kota Batam pada Jumat sore (28/7/2017) dan hari Sabtu libur. Minggu juga libur. Baru hari Senin petugas BKP kelas I Batam mengambil 200 sampel burung .
"Hasil dari sampel itu, baru hari Senin disampaikan dan hasilnya negatif, seharusnya sampel itu diperiksa hari Jumat saat burung itu diamankan. Jenis burung ini tidak bertahan lama dan pihak Bea dan Cukai juga mengalami kesulitan lantaran tidak memiliki tempat untuk menampung burung-burung tersebut . Saat akan diserahkan ke pihak Karantina namun mereka menolaknya ," kata Ketua Komisi I DPRD Batam, Budi Mardianto Rabu (2/8/2017).
Ia mengatakan akan memanggil pihak terkait untuk mencari tahu bagaimana kejelasan atas penangkapan burung tersebut.
Budi mengaku bahwa setelah ia mengetahui adanya tangkapan burung tersebut dari media, Ia langsung mengutus salah seorang anggota Komisi I DPRD Batam untuk mengecek ke lapangan atas tangkapan burung tersebut.
“Setelah anggota saya mengecek ke lapangan ternyata benar ada tangkapan burung yang dilakukan petugas Bea dan Cukai,” jelasnya.
Selain itu anggota komisi I DPRD Batam juga mendapat informasi bahwa ketika hendak diserahkan ke BKP kelas I kota Batam mereka menolak lantaran tidak memiliki tempat. Namun BKP kelas I kota Batam, katanya, mendapatkan mitra yang dapat menampung burung-burung tersebut tetapi memerlukan biaya untuk biaya makan burung itu.
“Biaya makan burung itu yang jumlahnya berkisar kurang lebih 4.240 ekor sebesar 5 juta per hari ditambah biaya sewa tempat dan yang lainnya sebesar 5 juta per hari. Jadi, total semuanya sebesar Rp 10 juta per hari. Inilah yang disampaikan pihak Karantina kepada Bea Cukai," jelas Budi
Bea dan Cukai, dikatakannya, kaget mendengar biaya makan dan biaya sewa tempat untuk burung tersebut.
“ Mendengar besarnya biaya tersebut tentunya pihak Bea dan Cukai kota Batam tidak bersedia mengelaurkan biaya sebesar itu, “ katanya.
Ia mengatakan pihak Bea dan Cukai sudah bekerja sesuai aturan yang dibuat oleh pihak Karantina namun penanganannya tidak cepat. Padahal pihak Bea dan Cukai kota Batam sudah menginformasikannya kepada BKP kelas I kota Batam bahwa burung tersebut tidak dapat bertahan lama. Begitu petugas BKP pada hari Senin mengatakan hasilnya negatif, burung itu sudah banyak yang mati lantaran sangkar burung itu tidak sesuai dengan jumlah burung yang dimasukkan kedalam sangkar burung tersebut.
"Tempatnya kecil dan tidak layak satu sangkar diisi 20 lebih burung hingga mengakibatkan burung itu tidak leluasa bergerak akibatnya burung itu mati.
Ia mengatakan sesuai aturannya, yang bertugas mengatur masuknya hewan adalah petugas Balai Karantina Pertanian (BKP) kelas I Batam.
Ia mengatakan sesuai aturannya, yang bertugas mengatur masuknya hewan adalah petugas Balai Karantina Pertanian (BKP) kelas I Batam.
“Yang memberikan aturan itu adalah Karantina, yang melaksanakan di lapangan adalah Bea Cukai. Menurut jalan ceritanya, setelah burung – burung itu diamankan oleh Bea dan Cukai mereka sudah berkoordinasi dengan Karantina," kata Budi.
Sesuai aturannya, kata Budi, setiap hewan atau tumbuhan yang datang dari luar harus ada sertifikatnya. Namun burung itu masuk tidak melalui pelabuhan yang resmi dan tidak ada pemberitahuan menyangkut dokumen mengenai burung itu sendiri.
“Makanya pihak Bea Cukai melakukan koordinasi dengan pihak Karantina," pungkasnya.
(IL/Lian)
Posting Komentar
Facebook Disqus