Dilihat kali
Kebersihan
lingkungan merupakan keadaan bebas dari kotoran, termasuk di dalamnya, debu,
sampah, dan bau. Di Indonesia, masalah kebersihan lingkungan selalu menjadi
perdebatan dan masalah yang berkembang. Kasus-kasus yang menyangkut masalah
kebersihan lingkungan setiap tahunnya terus meningkat.
Masalah
tentang kebersihan lingkungan yang tidak kondusif dikarenakan masyarakat selalu
tidak sadar akan hal kebersihan lingkungan. Tempat pembuangan kotoran tidak
dipergunakan dan dirawat dengan baik. Akibatnya masalah diare, penyakit kulit,
penyakit usus, penyakit pernafasan dan penyakit lain yang disebabkan air dan
udara sering menyerang golongan keluarga ekonomi lemah. Berbagai upaya
pengembangan kesehatan anak secara umum pun menjadi terhambat.Peran penting
kebersihan sering diabaikan. Kematian dan penyakit yang disebabkan oleh diare
pada umumnya dapat dicegah. Bahkan tanpa perbaikan pada sistem pengairan dan sanitasi, mencuci
tangan secara tepat dengan menggunakan sabun dapat mengurangi resiko penyakit
diare sebesar 40 persen.
Situasi
masyarakat miskin perkotaan
baik diseluruh penjuru
perlu mendapatkan perhatian segera. Di daerah-daerah kumuh perkotaan yang
sanitasinya yang tidak memadai,
praktek kebersihan yang buruk, kepadatan penduduk yang berlebihan, serta air
yang terkontaminasi secara sekaligus dapat
menciptakan kondisi yang tidak sehat. Selain itu, keluarga miskin yang
kurang berpendidikan cenderung melakukan praktek - praktek kebersihan yang buruk, yang
berkontribusi terhadap penyebaran penyakit dan peningkatan resiko kematian anak.
Seluruh
penduduk Indonesia masih banyak yang belum menerima akses air bersih dan
sanitasi masih buruk. Akibatnya, timbul penyakit yang disebabkan oleh penularan
infeksi kuman, seperti diare. WHO melaporkan, tahun 2008 penyakit terkait air,
sanitasi, dan higienis menyumbangkan 3,5 persen dari total kematian di
Indonesia. Sementara Riskesdas 2007 menyebutkan, diare menjadi penyebab
kematian pertama balita dengan kisaran 25 persen.
"Ternyata, penyakit banyak
diakibatkan oleh faktor air yang tidak bersih, dapat menyebabkan diare, cacingan,
tifus, pneumonia, infeksi paru berat, kaki gajah, hingga demam berdarah,"
jelas Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan dr Imran Agus Nurali
Sp.KO saat jumpa pers
Peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Tahun 2015 di Kantor Kementerian
Kesehatan, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (15/10/2015). Selain dari
sanitasi buruk, tambah dr.
Imran, proses penularan semua penyakit bisa melalui penularan virus, kuman, dan
bakteri. Juga karena tangan kotor akibat tidak cuci tangan pakai sabun.
Bahkan, studi
World Bank 2007 melaporkan, 100.000 anak meninggal dunia akibat diare setiap
tahun. Sehingga diperkirakan mengalami kerugian ekonomi sebesar 2,3 persen.
"Cuci tangan pakai sabun memang sederhana kelihatannya. Tapi kalau rutin
dilakukan bisa menurunkan angka kematian diare sebesar 45 persen," imbuh
dia. Secara total, kalau masyarakat melakukan penerapan hidup bersih dan sehat,
serta melakukan pembenahan lingkungan dapat menurunkan angka kejadian diare
sebesar 94 persen.
Sampah merupakan
konsekuensi dari adanya aktivitas manusia, setiap aktivitas manusia pasti
menghasilkan sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat
konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian
juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita
konsumsi.
Oleh karena itu
pengelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari pengelolaannya terhadap
masyarakat. Masalah sampah sudah menjadi topik utama yang ada pada bangsa kita,
mulai dari lingkungan terkecil sampai kepada lingkup yang besar. Banyak hal
yang menyebabkan terjadinya penumpukan sampah ini. Namun yang pasti faktor
individu sangatlah berpengaruh dalam hal ini.
Untuk daerah
perkotaan, teknologi inovatif dalam penyediaan sanitasi dan air bersih perlu
dikaji. Sistem sanitasi dan pembuangan kotoran di perkotaan memberikan
tantangan yang lebih besar, karena teknologi sanitasi standar tidak dapat
bekerja karena kepadatan penduduk yang berlebihan, kurangnya ruang, dan
dekatnya jarak sumber air. Dalam penyediaan air, desentralisasi teknologi dan
pendekatan, seperti pengolahan tempat penggunaan air bersih, akan jauh lebih
efektif dibandingkan dengan sistem sentralisasi, karena berbagai sumber yang
berbeda dan banyaknya penyedia.
Kesinambungan
dan keberlanjutan persediaan air bersih perlu mendapatkan perhatian yang lebih
besar. Satu dari sepuluh rumah tangga mengalami kekurangan persediaan air
bersih, khususnya pada musim kemarau. Optimalisasi kualitas, kuantitas dan
kesinambungan air bersih memerlukan pengelolaan sumber air yang melibatkan
berbagai pe0mangku
kepentingan. Pemerintah telah memulai diskusi kebijakan tentang Rencana
Keamanan Air Bersih, yang bertujuan untuk memastikan kualitas, kuantitas,
kontinuitas dan keterjangkauan pelayanan air bersih.
Dengan
semakin cepat tingginya tingkat perkembangan penyakit yang diakibatkan oleh buruknya
sanitasi di Indonesia ini, Kemetrian Kesehatan melakukan beberapa tindakan demi
terciptanya sanitasi lingkungan yang baik. Peluang
untuk melakukan tindakan Kebijakan Nasional untuk Persediaan Air Bersih dan
Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat memberikan kerangka kerja yang
memungkinkan. Kebijakan tersebut memanfaatkan dengan baik pengalaman yang
diperoleh di bidang air bersih dan sanitasi di Indonesia dan negara-negara
lain. Kebijakan ini mengikuti prinsip-prinsip kuat yang responsif terhadap
permintaan, menggunakan pendekatan berbasis masyarakat, dan menekankan perlunya
keterlibatan perempuan serta memfokuskan pada prinsip-prinsip operasional,
pemeliharaan dan pembiayaan yang berkesinambungan.
Program Nasional
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan lima pilarnya merupakan kerangka
kerja yang penting. Kelima pilar tersebut adalah penghapusan buang air besar di
tempat terbuka, mencuci tangan dengan sabun, pengolahan air rumah tangga,
pengelolaan sampah padat dan pengelolaan limbah cair. Kepemimpinan Kementerian
Kesehatan sangat penting dalam meningkatkan
STBM. Kabupaten dan provinsi perlu mempercepat upaya-upayanya, sesuai
dengan standar dan pedoman nasional. Kelompok masyarakat termiskin perlu
memiliki akses ke pembiayaan untuk memulai STBM.
(by : Hasnan
Habib Jauhari.)
Posting Komentar
Facebook Disqus