Dilihat kali
Komisaris PT Power Land, A.Fuan ( Ditengah) (Fhoto : Realitasnews.com) |
BATAM,
Realitasnews.com-
Ketua DPC LSM Aliansi Pemerhati Lingkungan Hidup (AMPUH) kota Batam, Budiman
Sitompul menyoroti atas tuntutan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU),
Martua SH kepada komisaris PT Power Land A. Fuan terdakwa dugaan pengrusakan
lingkungan hidup dengan tuntutan kurungan penjara selama 1 tahun dan 6 bulan
dan denda sebesar Rp 1 miliar dengan subsider kurungan badan selama 6 bulan.
Tuntutan ini menurut Budiman Sitompul ketika dihubungi
di Batam, Jumat (17/2/2017) sangat ringan ia mensinyalir JPU, Martua SH ada
kongkalikong dengan terdakwa A Fuan. Menurutnya terdakwa harus di tuntut
kurungan penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp 3 miliar lantaran
perbuatan terdakwa sudah jelas melakukan pengrusakan lingkungan dengan melakukan
reklamasi di pulau Mentiang, Tiban, Batam tanpa mengantongi Ijin Amdal, UKL-UPL
dan ijin Lingkungan.
Dakwaan dari penuntut umum, kata Budiman, terhadap terdakwa
A Fuan dijatuhkan pidana sebagaimana
diatur pasal 109 junto pasal 36 ayat 1 Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang menjelaskan setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama
3 tahun dan denda paling sedikit Rp 1.miliar. dan paling banyak Rp 3.miliar.
Ia menyebutkan sepertinya hukum hanya runcing ke bawa
tumpul ke atas terbukti lima orang penambang pasir ilegal yang menambang pasir
demi sejengkal perut di tuntutnya dengan kurungan penjara 1 tahun 3 bulan dan denda
sebesar Rp 1 miliar subsider kurungan badan selama 3 bulan.
“Penambang pasir dan PT Power Land sama sama melakukan
pengrusakan lingkungan, ada apa ini dengan penuntut umum” kata Budiman.
Pada sidang Direktur PT Power Land, Ahmad Mahbub pada Selasa
(12/12/2016) lalu keterangan saksi Doran dari dinas Kelautan Perikanan
Pertanian dan Kehutanan (KP2K), ketika itu dihadapan majelis hakim yang
dipimpin oleh Edward Harris Sinaga SH MH didampingi anggota majelis hakim, Endi
Nurindra Putra.SH dan Egi Novita SH Doran menyebutkan bahwa PT Power Land tidak
membayar uang reklamasi pantai padahal aktifitas reklamasi pantai yang
dilakukan oleh PT Power Land telah merusak hutan bakau.
LSM AMPUH, juga menyoroti tuntutan JPU, Martua.SH
dalam tuntutannya tidak ada disebutkan barang barang yang diamankan Bapelda
kota Batam yang digunakan untuk melakukan reklamasi pantai secara illegal.
Padahal dari informasi yang dihimpun pada persidangan
persidangan sebelumnya saksi Jhony dari Bapelda Pemko Batam menyebutkan Bapelda
Pemko Batam melayangkan surat penghentian reklamasi pantai tersebut pada
tanggal 11 Juni 2012.
Saat Jhony menghentikan reklamasi pantai itu di lokasi
reklamasi di pulau Mentiang itu ia bertemu dengan pengawas PT Power Land,
Rasulli Damanik alias Uli.
Walau telah dihentikan Bapelda pemko Batam ketika itu
tidak melanjutkan kasus tersebut ke jalur hukum.
Jalur ini diproses ke jalur hukum, kata Budiman,
setelah reklamasi pantai illegal ini dilaporkan DPC LSM AMPUH kota Batam ke DPP
LSM AMPUH ke mabes Polri, di Jakarta.
“ Setelah dilaporkan ke mabes Polri baru kasus ini
diproses,” kata Budiman.
Ia juga menilai Bapelda kota Batam tidak serius
melakukan pengawasan disinyalir ada kongkalikong dengan PT Power Land terbukti pada
persidangan Selasa (31/1/2017) saksi Ahmad Mipon pemilik PT Tiara Mantang kepada
JPU,Martua.SH mengakui ia mengajukan kwitansi tagihan pada PT Power Land pada
tanggal 7 Maret 2013 lalu tagihan tersebut untuk menagih penimbunan yang
dilakukan PT Tiara Mantang bulan April 2012 hingga 13 Januari 2013.
“Dikwitansi tagihan tersebut apa benar anda jelaskan untuk penagihan hasil penimbunan dari bulan April 2012 hingga 13 Januari 2013,” tanya Martuah SH
“Benar pak,” jawab Ahmad Mipon ketika itu.
Artinya kuat dugaan walau sudah diberhentikan oleh Bapelda kota Batam PT Power Land melalui PT Tiara Mantang tetap melakukan penimbunan pantai walau belum mengantongi ijin AMDAL dan ijin Lingkungan.
Seharusnya,kata Budiman, Bapelda kota Batam harus menahan truck dan alat berat Eksavator yang digunakan untuk melakukan penimbunan pantai tersebut. (IK)
Posting Komentar
Facebook Disqus