Dilihat kali
Gedung Kantor DPRD Provinsi Kepri ( Fhoto : Istimewa) |
Sementara fraksi PKB-PAN meminta jawaban tertulis terhadap nota keuangan yang dinilainya tidak sesuai. Sedangkan fraksi Hanura plus tidak memberikan pandangan terhadap nota keuangan. Menyimpulkan hal ini, ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak akhirnya memutuskan untuk mengembalikan kembali nota keuangan tersebut.
"Berdasarkan masukan dari fraksi-fraksi dan memperhatikan prinsip kehati-hatian maka DPRD Kepri mengembalikan dokumen RAPBD ini kepada Pemprov Kepri," kata Jumaga menutup sidang paripurna DPRD Kepri, Rabu (18/1/2017).
Tanda-tanda bakal dikembalikannya RAPBD ini sebenarnya sudah terlihat sebelumnya. Fraksi Golkar dalam pandangan umumnya meminta Pemprov untuk meninjau alokasi anggaran disektor pendidikan.
"Amanat UU mengharuskan alokasi anggaran untuk pendidikan sebesar 20 persen. Namun dalam kenyataannya saat ini alokasi untuk anggaran 14,7 persen," kata jurubicara fraksi Golkar Asmin Patros.
Hal ini, menunjukkan Pemerintahan Nurdin Basirun mengalami kemunduran dibidang anggaran. Karena dalam beberapa tahun belakangan, alokasi anggaran untuk pendidikan selalu diatas 20 persen. "Komitmen untuk pendidikan mengalami kemunduran dan masih jauh dari harapan. Kami meminta agar alokasi anggaran ini dikembalikan menjadi 20 persen sesuai amanat UU," kata Asmin.
Kebijakan anggaran disektor kebudayaan juga jadi sorotan fraksi Golkar. Fraksi beringin melihat alokasi anggaran yang hanya 0,7 persen atau sebesar Rp11 miliar secara tidak langsung mengkangkangi visi misi Gubernur.
"Rasanya dengan anggaran sebesar ini, mendegradasi visi misi pemprov Kepri mewujudkan Provinsi Kepri sebagai Bunda Tanah Melayu," terangnya.
Demikian pula dibidang Kesehatan yang saat ini baru sebesar 11,8 persen. Kritikan juga diberikan kepada Pemprov Kepri oleh fraksi PDIP yang menilai bahwa kesepakatan yang tertuang dalam nota tidak sesuai dengan MoU yang sudah ada.
Kritikan terhadap nota keuangan juga mendapat kritikan keras. Anggota fraksi PPP Sarafuddin Aluan mengatakan bahwa banyak landasan hukum yang tidak sesuai. Bahkan ada UU yang sudah dicabut, sudah mati seperti UU Nomor 10 tahun 2004 dan diganti UU Nomor 11 tahun 2012 masih dimasukkan dalam konsideran.
"Jika diabaikan maka RAPBD ini akan menjadi cacat hukum," tegas Aluan.
Numenklator pada Biro Protokol dan Penghubung juga menjadi catatan Sahat Sianturi dari fraksi PDIP. Ia menilai jajaran Pemprov seharusnya sudah mengetahui hal ini sejak lama. "Ini disebabkan oleh orang-orang yang tidak patut duduk dijabatannya, dipaksakan duduk. Ini membuat pembahasan menjadi amburadul," kata Sahat.
Kesimpulan terakhir disampaikan anggota fraksi PDIP Yuniarni Pustoko Weni. Ia meminta kepada Gubernur Kepri Nurdin Basirun mengurangi kegiatan seremonialnya. (pay)
Posting Komentar
Facebook Disqus