Dilihat kali
Wakapolda Kepri, Kombes Pol Drs Didi Haryono SH MH Memimpin Upacara Peringatan Hari Pahlawan 2016 (Fhoto : Humas Polda Kepri) |
BATAM, Realitasnews.com – Wakapolda Kepri, Kombes Pol Drs
Didi Haryono SH MH memimpin upacara peringatan Upacara peringatan Hari Pahlawan
10 November 2016 yang digelar di
lapangan Mapolda Kepri, Kamis pagi (10/11/2016) dan dihadiri oleh Irwasda Polda
Kepri, pejabat Utama Polda Kepri, para Pamen, Pama, Bintara, dan Tamtama serta
PNS Polda Kepri.
Wakapolda
Kepri, Kombes Pol Drs Didi Haryono SH MH membacakan sambutan Menteri Sosial
Republik Indonesia Khofifah Indar Parawangsa yang mengatakan Peringatan Hari
Pahlawan didasarkan pada peristiwa "Pertempuran 10 November 1945" di Surabaya,
sebagai pertempuran pertama dan terbesar antara pasukan Indonesia dengan
pasukan Asing setelah Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dengan memakan
korban jiwa yang sangat besar. Peristiwa tersebut memberi kita pelajaran moral bahwa
warisan terbaik para pahlawan bangsa bukanlah "Politik Ketakutan",
melainkan "Politik Harapan". Bahwa seberat apapun tantangan yang dihadapi
dan keterbatasan yang ada, tidak akan menyurutkan semangat perjuangan.
Ia
menjelaskan bahwa peringatan Hari Pahlawan harus mampu menggali Apinya, bukan Abunya.
Dengan meminjam ungkapan Bung Karno, Semangat Kepahlawanan itu adalah semangat
rela berjuang, berjuang mati-matian dengan penuh Idealisme dengan mengutamakan kepentingan
umum di atas kepentingan pribadi.
“Semangat
kepahlawanan adalah semangat persatuan, persatuan yang bulat mutlak dengan
tiada mengecualikan sesuatu golongan dan lapisan. Semangat Kepahlawanan adalah
semangat membentuk dan membangun Negara. Setelah indonesia merebut
kemerdekaannya, semangat kepahlawanan tidak cukup hanya dengan mempertahankan Patriotisme
Defensif, kita butuh patriotisme yang lebih Positif dan Progresif,”katanya.
Dikatakannya,
Patriotisme sejati bukan sekadar mempertahankan melainkan juga memperbaiki
keadaan Negeri. Untuk keluar dari berbagai persoalan Bangsa hari ini, Patriotisme
Progresif dituntut menghadirkan kemandirian Bangsa tanpa terperosok pada sikap anti
asing.
“Pemerintahan
Presiden Jokowi dan wakil presiden H.M Jusuf Kalla hadir dengan menawarkan Visi
Transformatif "Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan
berkepribadian berlandaskan gotong-royong".”jelasnya
Lebih jauh
Ia menyebutkan untuk mewujudkan visi
tersebut telah dirumuskan Sembilan Agenda Prioritas Pemerintahan ke depan yang
disebut Nawa Cita. Kesembilan Agenda Prioritas itu bisa dikategorisasikan ke
dalam tiga Ranah ; Ranah Mentalkultural, Ranah Material (ekonomi) dan Ranah Politik.
Pada ketiga Ranah tersebut, pemerintah saat ini berusaha melakukan berbagai
perubahan secara akseleratif, berlandaskan prinsip-prinsip Pancasila dan
undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
“Ketiga
ranah pembangunan tersebut bisa dibedakan tapi tak dapat dipisahkan. Satu sama
lain saling memerlukan pertautan secara sinergis. perubahan mentalkultural
memerlukan dukungan politik dan material berupa politik kebudayaan dan ekonomi
budaya.,”katanya
Sebaliknya
perubahan politik,lanjutnya, memerlukan dukungan budaya dan material berupa budaya
Demokrasi dan Ekonomi Politik. Begitupun perubahan material memerlukan dukungan
budaya dan politik berupa budaya ekonomi dan politik ekonomi.
Bung Karno
menjelaskan tiga Fase Revolusi Bangsa. Dua Fase telah dilalui dengan berhasil,
dan satu Fase lagi menghadang sebagai tantangan. Indonesia telah melewati
"Taraf Physical Revolution" dan "Taraf Survival". Lantas Bung
Karno tandaskan, “sekarang kita berada pada taraf Investment, yaitu taraf
menanamkan modal-modal dalam arti yang seluas-luasnya: Investment of Humanskill,
Material Investment, dan Mental Investment".
Investasi keterampilan dan Material menurutnya amat penting. akan tetapi, yang lebih penting
lagi adalah Investasi Mental. Investasi keterampilan dan material tidak bisa
menjadi dasar persatuan dan kemakmuran bersama tanpa didasari investasi mental.
Tanpa kekayaan mental, upaya-upaya pemupukan keterampilan dan material hanya
akan melanggengkan perbudakan.
Selanjutnya Bung
Karno mengingatkan: "kelemahan jiwa kita ialah, bahwa kita kurang percaya
kepada diri kita sendiri sebagai Bangsa, sehingga kita menjadi Bangsa penjiplak
luar negeri, kurang percaya-mempercayai satu sama lain, padahal kita ini pada
asalnya ialah rakyat gotong royong, kurang berjiwa gigih melainkan terlalu
lekas mau enak dan cari gampangnya saja. Dan itu semua, karena makin menipisnya
rasa harkat Nasional makin menipisnya rasa National Dignihy, makin menipisnya rasa
bangga dan rasa hormat terhadap kemampuan dan kepribadian bangsa dan rakyat
sendiri.
Menurutnya, gerakan revolusi mental diharapkan bisa mendorong
gerakan hidup baru, dalam bentuk : pertamana perombakan cara berfikir, cara
kerja, cara hidup, yang merintangi kemajuan dan yang kedua adalah Peningkatan
dan pembangunan cara berfikir, cara kerja, dan cara hidup yang baik.
Melalui
momentum peringatan hari Pahlawan 10 November 2016 yang dilaksanakan dengan berbagai
kegiatan, kita dapat mengambil makna yang terkandung didalamnya dengan
meneladani nilai-nilai luhur yang diwariskan kepada kita semua seperti : Taqwa
kepada Tuhan YME, pantang menyerah, jujur dan adil, percaya kepada kemampuan
sendiri serta kerja keras untuk membangun Indonesia yang sejahtera sebagaimana
cita-cita para Pahlawan Bangsa.
Dengan suatu
tekad dan ketulusan untuk bersama-sama saling bahu membahu dan dilandasi oleh
makna dan nilai Integritas, etos kerja dan gotong royong, maka saya yakin
Bangsa Indonesia dapat mengatasi berbagai permasalahan yang melanda, dan dapat
menjadi Bangsa "Pemenang" mampu bersaing dengan Negara dan Bangsa
lain.
“Hal ini
sejalan dengan Tema hari Pahlawan 2016 yaitu "Satukan Langkah Untuk Negeri,"tutup
Wakapolda.
(lian/.hms)
Posting Komentar
Facebook Disqus