Dilihat kali
MUI (Foto: Ari Saputra/detikcom)
|
"Kedatangan Bareskrim ke MUI adalah menemui KH Maruf Amin selaku Ketua MUI untuk kepentingan klarifikasi atas legalitas pendapat keagamaan atau fatwa tentang adanya dugaan kasus penistaan atau penistaan agama yang dilakukan oleh saudara petahana Basuki Tjahaja Purnama," kata Anggota Komisi Bidang Hukum dan Perundang-undangan MUI Abdul Chair Ramadhan di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, dilansir detik.com Senin (7/11/2016).
"Mengklarifikasi substansi baik formal maupun material atas legalitas kekuatan terhadap pendapat keagamaan atau fatwa tersebut terkait penodaan atau penghinaan atas Al-Quran dan terhadap para ulama dan umat Islam," sambung dia.
MUI menegaskan sempat ada miskomunikasi yang menyatakan bahwa hari ini Maruf diperiksa sebagai ahli. Dalam kesempatan ini MUI juga menegaskan bahwa sikap keagamaan MUI yang dikeluarkan beberapa waktu lalu adalah benar.
"Pertemuan kondusif apa yang ditanyakan hampir sama seperti yang ditanyakan kepada ahli agama dalam hal ini Pak Hamdan pada seminggu yang lalu. Intinya hanya menegaskan apa yang dinyatakan MUI apa adanya. Kiai Maruf menyatakan bahwa fatwa atau pandangan agama itu benar, shahih, jelas atau apa yang disampaikan ahli agama," bebernya.
Sebelumnya diberitakan, MUI mengeluarkan sikap keagamaan resminya terkait kasus dugaan penistaan agama Ahok. MUI menyatakan Ahok telah menistakan agama.
Menurut MUI, menyatakan bahwa kandungan surat al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran.
"Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam," tulis MUI yang diteken oleh Ketua Umum MUI Maruf Amin dan Sekretaris Jenderal MUI Dr H Anwar Abbas pada Selasa (11/10/2016).
Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan: (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.
(dtk)
Posting Komentar
Facebook Disqus