Dilihat kali
JAKARTA –Realitasnews.com Wacana kenaikan harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus menjadi polemik di masyarakat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya turun tangan meredam kontroversi terkait masalah ini.
Ia menegaskan bahwa hingga saat ini pemerintah belum menetapkan besaran kenaikan tarif cukai rokok untuk 2017. "Kemenkeu belum mengeluarkan aturan terbaru mengenai harga jual eceran atau tarif rokok," tegas Ani di gedung Djuanda, Kemenkeu, kemarin dikutip jpnn, Selasa (22/8/2016).
Wacana kenaikan harga rokok hingga Rp 50 ribu, lanjut dia, berasal dari hasil kajian kelompok prokesehatan. Yakni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).
Namun, pihaknya tidak bisa serta merta menetapkan besaran kenaikan tarif cukai tanpa berkonsultasi dengan berbagai pihak. Termasuk kalangan industri rokok.
"Saya paham ada hasil kajian soal sensitivitas kenaikan harga terhadap konsumsi rokok. Tapi Kemenkeu akan melakukan kebijakan tarif cukai sesuai UU Cukai dan rencana APBN 2017 yang saat ini masih proses konsultasi dengan berbagai pihak," tegas mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Senada dengan Ani, Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi menegaskan, sampai saat ini pembahasan kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran rokok masih berlangsung. Jadi sekarang fasenya koordinasi dan komunikasi oleh kementerian/lembaga, Kementan, Kemenperin, dan Kemendag.
''Kemudian organisasi, pemerhati kesehatan, kemudian asosiasi pabrikan rokok," tambah Heru.
Meski begitu, Heru mengakui bahwa ada kenaikan tarif cukai rokok reguler tahun depan. Menurut rencana, kenaikan tarif cukai rokok akan diumumkan tiga bulan sebelum diberlakukan pada 1 Januari 2017. Jeda waktu tersebut bisa digunakan pihak-pihak terkait untuk melakukan persiapan dan penyesuaian.
"Historisnya, cukai rokok memang secara reguler naik. Tahun ini kenaikan cukai 2017 kita usahakan ada pengumuman secepat mungkin. Ya akhir September lah," ujarnya.
Namun, terkait besaran kenaikan tarif cukai, Heru masih enggan menjawab. Dia hanya mengindikasikan bahwa dengan asumsi kenaikan harga rokok hingga Rp 50 ribu, presentase kenaikan cukai sangat besar, yakni 365 persen. Persentase kenaikan tersebut dinilai cukup tinggi. Karena itu, dia menekankan kenaikan tarif cukai tersebut harus memperhatikan semua pihak.
Heru juga menggarisbawahi harga rokok di Indonesia tergolong mahal jika dilihat dari besaran PDB (produk domestik bruto). Harga rokok saat ini adalah 0,8 persen dari PDB per kapita per hari. Sedangkan di negara-negara maju seperti Jepang, harganya 0,2 persen dari PDB per kapita per hari.
''Artinya harga rokok kita relatif lebih mahal kalau dikaitkan dengan PDB. Pemerintah mesti berdiri di tengah-tengah, tidak boleh di satu pihak saja," tegasnya.
Pada 2017, sambung dia, kenaikan tarif cukai rokok akan bervariasi seperti tahun ini. Bagi industri rokok padat karya seperti sigaret keretek tangan (SKT), pemerintah akan memberikan tarif cukai yang lebih rendah dibanding dengan industri rokok putih.
Kenaikannya bervariasi antara satu golongan dengan golongan lain. Kita akan memberikan privilege lebih bagi industri padat karya dibanding yang pakai mesin," ujarnya.
Tahun ini pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai rata-rata 11,9 persen. Besaran cukai yang terendah adalah nol persen bagi golongan SKT, sementara tarif tertinggi 16,47 persen ditujukan bagi kelompok SPM (sigret putih mesin).
Sebelumnya, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran mengatakan, kabar kenaikan harga rokok hingga Rp 50 ribu sengaja dihembuskan untuk mengacaukan industri rokok di tanah air.
“Kami tetap berpatok terhadap kenaikan cukai yang telah dicanangkan oleh pemerintah,” terangnya
Editor : Lamra
Social Link