Dilihat kali
Jaksa Agung HM Prasetyo (Fhoto : Antara) |
JAKARTA, Realitasnews.com - Koalisi Tolak Hukuman Mati menggelar konfrensi pers terkait ekeskusi mati jilid III pada Jumat 29 Juli 2016 di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jalan Diponogoro, Jakarta Pusat.
Koalisi terdiri dari YLBH, LBH Jakarta, KontraS, Migran Care, ICJR, Yayasan Gita Eklesia itu mengecam Jaksa Agung (JA) HM Prasetyo terkait pelaksanaan eksekusi mati terpidana kasus narkoba.
Menurut pegiat Migran Care, Wahyu Susilo, eksekusi mati memperlihatkan bahwa sindikat perdagangan narkotika masih besar namun orang kecillah yang sering menjadi korban.
"Orang paling lemah, seperti masyarakat yang engak tahu apa-apa malah menjadi terpidana. Mereka itu hanya kurir. Kalau mau membasmi narkotika, harusnya dibasmi itu akarnya. Bukan hanya ujungnya saja," kata Wahyu, Minggu (31/7/2016).
Afif Abdul dari LBH menyebutkan, bahwa terdapat ketidakadilan terhadap terpidana mati. Menurutnya, terpidana tidak diberikesempatan untuk melakukan grasi sebelum eksekusi mati dilakukan.
"Sebelum eksekusi, saya dan Humprey Ejike melakukan grasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka menerima grasi tersebut, sudah ditandatangani, saya punya buktinya. Tapi, kenapa ketika pada Selasa 26 Juli 2016 malam, saya diberitahu kalau Humprey akan di ekeskusi mati," katanya.
Wahyu mempertanyakan keadilan di negeri ini. Pasalnya, Presiden Joko WIdodo belum memberikan jawaban apakah grasi diterima atau ditolak. Padahal, PN Jakpus sudah menerima pengajuan grasi tersebut.
"Ini jelas-jelas bentuk pengkhianatan. Kita melihat bahwa fakta dan bukti sudah tampak. Grasi sudah ada tapi eksekusi tetap dilakukan, bagaimana JA agar mudeng? Mengerti hukun tapi melanggarnya," tukasnya.
Sedikitnya empat terpidana narkoba yang sudah dieksekusi mati jilid III di Nusakambangan, Jawa Tengah yakni Freddy Budiman, Michael Titus Igweh, Humprey Ejike dan Seck Osmane. Sementara 10 terpidana mati lainnya yang sempat masuk dalam daftar ditunda eksekusinya.(okezone.com)
Social Link